Makalah
Agama dan Negara
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri mata kuliah PPKN
Dosen:
Ridwan Eko Prasetyo
Disusun
oleh:
Nova
Vaozia SA
1211307087
Fakultas syari’ah dan hukum
Universitas islam negeri sunan gunung djati bandung
2011-2012
Kata pengantar
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah swt., pencipta semesta alam
dan ilmu pengetahuan. Allah swt., yang telah membimbing dan memberikan taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Hak Asasi Manusia (HAM)” disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan”, namun
makalah ini juga bisa berguna bagi para pemabaca dan bisa menambah ilmu
pengetahuan mengenai hak asasi manusia khususnya.
Dewasa ini sering banyak diperbincangkan atau
diperdebatkan mengenai hak asasi manusia, maka dari itu pembahasan hak asasi
manusia penting untuk dikaji dan dipelajari lebih baik.
Penyusun banyak mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang atas kerjasamanya, makalah “Hak Asasi Manusia (HAM)” ini dapat
diselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
jauh dari kesempurnaan, baik dari kelengkapan isi maupun dari cara
penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkandemi penyempurnaan makalah ini. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Bandung, Nopember 2011
Penyusun
Daftar isi
KATA PENGATAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan
Masalah....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan
Penulisan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2
2.1
Pengertian Agama dan Negara.................................................................................... 2
A.
PengertianAgama......................................................................................................... 2
B.
Pengertian Negara........................................................................................................ 2
2.2 Hubungan
Agama dan Negara dalam Islam.............................................................. 3
2.3
Paradigma Teoristik Islam tentang Negara................................................................. 4
2.4 Hubungan
Islam dan Negara di Indonesia.................................................................. 5
2.5 Hubungan
Agama dan Negara menurut Beberapa Paham.......................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 10
3.1 Simpulan...................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 12
Bab i
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Kajian
Negara dan agama terus melingkar pada persoalan hubungan agama dan Negara.
Persoalan ini sebenarnya tidak hanya berlaku di dalam satu agama saja,
melainkan seluruh agama di dunia ini. Namun
topik hubungan agama dengan negara diarsakan tidak begitu
menarik perhatian lagi bagi para pemikir di negeri Barat, karena memang pendirian
yang dianut oleh para pemikir kenegaraan dalam hukum disana boleh dikatakan
telah memperoleh kesepakatan bahwa antara agama dan negara terjadi pemisahan
total.[1]
Saat ini akan dibahas mengenai
hubungan agama dan Negara, namun khususnya hubungan agama dan Negara dalam
Islam dan hubungan Islam dan Negara di Indonesia.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari agama dan Negara?
2. Bagaimana
hubungan agama dan Negara dalam Islam?
3. Bagaimana paradigma teoristik islam tentang negara?
4. Bagaimana
hubungan islam dan Negara di Indonesia?
5. Bagaimana
hubungan agama dan negara menurut beberapa paham?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian dari Negara dan agama.
2. Mengetahui
hubungan agama dan Negara dalam Islam.
3. Mengetahui
paradigma teoristik islam tentang negara.
4. Mengetahui
hubungan Islam dan Negara di Indonesia.
5. Mengetahui
hubungan agama dengan negara menurut beberapa paham.
Bab ii
Agama dan Negara
2.1 Penegertian Agama
dan Negara
A. Pengertian
Agama
Agama adalah suatu ‘takhayul’ yang
dengannya manusia terikat untuk memenuhi semangat mencari keadilan mereka, lalu
mereka kehilangan kegelisahan mereka. Agama tidak lain adalah sebuah candu dan
tidak pernah dapat menciptakan gerakan eksternal yang objektif untuk
merealisasikan kebenaran.[2]
Dalam bahasa
Inggris istilah yang digunakan adalah Religion
yaitu ikatan manusia dengan Tuhan atau Tuhan-Tuhan saja.[3]
B. Pengertian
Negara
Menurut Roger H.
Soulta, negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang (authority)
yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama
masyarakat. Lain halnya dengan Harold J. Laski, ia mendefinisikan negara
merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Max Weber pun
mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli
dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Sedangkan
menurut Robert M. Mac Iver, negara diartikan dengan asosiasi yang
menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat
dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan
kekuasaan mereka.
Namun secara
terminologis, negara diartikan dengan organisasi tertinggi diantara satu
kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam
daerah tertentu yang mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Dari beberapa pengertian Negara tersebut dapat dirumuskan kembali bahwa Negara
adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh
sejumlah pejabat yang berhak menuntut dari warganegarnya untuk taat pada
peraturan perundang-undangan melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang
sah.[4]
2.2
Hubungan Agama dan Negara dalam Islam
Di kalangan umat
Islam pembicaraan hubungan agama dan negara berkaitan langsung dengan hubungan
istilah dalam Islam menyagkut din (agama) dan dawlah (negara).
Terdapat tiga aliran utama tentang hubungan Islam dan agama.[5] Aliran pertama berpandangan bahwa Islam
bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyagkut
hubungan antar manusia dengan Tuhan, melainkan Islam adalah agama yang
sempurna, paling tinggi, dan yang paling lengakap dengan pengaturan bagi segala
aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Tokoh utama dalam aliran
ini adalah Syekh Hasan Al Banna, Sayyid Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan
Maulana Abdul A’la Al-Maududi.
Aliran
kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama
dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.
Menurut aliran ini, nabi Muhammad hanya sebagai nabi dan rasul biasa seperti
halnya nabi-nabi sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali
kepada kehidupan agama. Rasul bukan dan tidak pernah menjadi seorang kepala
Negara. Tokoh utama dari aliran ini adalah Ali Abd al-Raziq dan Dr. Thaha
Husein.
Dan aliran ketiga berpendirian diantara kedua aliran di atas, yakni
menolak pandangan bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa
dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Kemudian aliran ini juga menolak
pandangan bahwa Islam adalah dalam pengertian Barat yang mengatur hubungan
antara manusia dan Tuhannya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak
terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika
bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh aliran ini adalah Dr. Mohammad Husein
Haikal.
2.3 Paradigma
Teoristik Islam tentang Negara
Dalam konsepsi Islam, dengan
mengacu pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah, tidak ditemukan rumusan tentang Negara
secara eksplisit, hanya saja di dalam al Qur’an dan al Sunnah terdapat
prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain
itu, konsep Islam tentang Negara juga berasal dari tiga paradigma, yaitu:
1. Paradigma
tentang teori khilafah yang dipraktikkan sesudah Rasulullah saw., terutama biasanya
merujuk pada masa Khulafa al Rasyidin
2. Paradigma
yang bersumber pada teori Imamah dalam paham Islam Syari’ah
3. Paradigma
yang bersumber dari teori Imamah atau pemerintah.
Teori tentang
Khalifah menurut Amien Rais, dipahami sebagai suatu misi kaum muslimin yang
harus ditegakkan di muka bumi ini untuk memakmurkan sesuai dengan petunjuk dan
peraturan Allah swt., maupun Rasul-Nya. Adapun cara pelaksanaannya, al-Qur’an
tidak menunjukkan secara terperinci, tetapi dalam bentuk global saja. Sedangkan
untuk teori Imamah, Amien lebih lanjut mengatakan kata Imamah (dalam pengertian
Negara atau state) dalam al-Qur’an
tidak tertulis. Akan tetapi yang dimaksudkan dengan Imamah itu adalah kepemimpinan yang harus diikuti
oleh umat Islam, hal itu jelas ada dalam Al-Qur’an. Artinya al-Qur’an menyuruh
kaum muslimin untuk mengikuti pimpinan yang benar, yang terdiri dari
manusia-manusia atau pemimpin yang menggunakan Islam sebagai patokan
kepemimpinannya.[6]
Dalam
Islam ada juga pemisahan antara negara dan agama, menurut Minteradja, Islam
dapat diartikan baik sebagai agama dalam arti senpit, maupun sebagai agama
dalam arti luas.[7]
Dalam lintasan
sejarah dan opini teoritisi politik Islam ditemukan beberapa pendapat yang
berkenaan dengan konsep hubungan agama dan negara, antara lain terbagi dalam
tiga paradigma, yaitu:
1.
Paradigama Integralistik
Paradigma
integralistik merupakan paham dan konsep hubungan agama dan negara yang tidak
dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini
juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan
sekaligus lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak
mengenal pemisahan antara agama dan politik atau negara. Konsep seperti ini
sama dengan konsep teokrasi.
2.
Paradigma Simbotik
Menurut
konsep ini hubungan agama dan negara dipahami saling membutuhkan dan saling
timbal balik. Dalam konteks ini, agama membutuhkan negara sebagai instrument
dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga
memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam pembinaan moral,
etika, dan spiritualitas.
3.
Paradigma Sekularistik
Paradigm
sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan antara agama dan negara. Agama dan
negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan
bidangya masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh
satu sama lain melakukan intervensi.[8]
2.4 Hubungan
Islam dan Negara di Indonesia
Secara umum hubungan Islam dan
Negara di Indonesia dapat digolongkan kedalam dua bagian, yakni pertama hubungan yang bersifat
antagonistik. Hubungan ini mencirikan adanya ketegangan antara Negara dan Islam
sebagai suatu agama. Misalnya pada hubungan ini eksistensi Islam politik (political Islam) pada masa kemerdekaan
sampai pada pasca revolusi pernah dianggap sebagai pesaing kekuatan “ekstrem
kanan” yang potensial dapat menandingi eksistensi Negara. Di sini Negara terus
berusaha menghalangi dan melakukan domestikasi terhadap gerak ideologis polotik
Islam.
Dan kedua hubungan yang bersifat
akomodatif. Hubungan model ini setidaknya terjadi pada medio 1980-an. Hal ini
ditandai dengan semakin besarnya peluang umat Islam dalam mengembangkan wacana
politiknya dan munculnya kebijakan-kebijakan yang dianggap positif bagi
kalangan umat Islam.
Ada beberapa alasan mengapa
tiba-tiba Negara bisa begitu mesra atau harmonis dengan Islam, misalnya menurut
Affan Gaffar, yaitu pertama,dari sisi pemerintah, Islam merupakan kekuatan yang
tidak bisa diabaikan yang pada akhirnya bila diletakkan pada posisi pinggiran
akan menimbulkan masalah politik yang sangat rumit. Oleh karena itu suadah
sewajarnya diakomodasi, sehingga kemungkinan konflik dapat diredam lebih dini. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri
terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan
memiliki dasar keislaman yang sagat kuat sebagai akibat dari latar belakangnya,
misalnya B.J. Habibie, Emil Salim, dan lain sebagainya. Mereka tentu saja
berperan dalam membentuk sikap politik pemerintah paling tidak untuk tidak
menjauhi Islam. Dan ketiga, adanya
perubahan persepsi, orientasi, sikap dan prilaku politik di kalangan Islam itu
sendiri.[9]
Mengkaji hubungan agama dan negara
di Indonesia secara umum dapat digolongkan kedalam dua bagian, yaitu:
1. Hubungan
Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik
Eksistensi
Islam politik (political Islam) pada
masa kemerdekaan dan sampai pada pasca revolusi pernah dianggap sebagai pesaing
kekuasaan yang dapat mengusik basis kekuasaan negara. Persepsi tersebut telah
membawa implikasi terhadap keinginan negara untuk dapat berusaha menghalangi
dan melakukan domestikasi terhadap gerak ideologis politik Islam.
Setelah
pemerintahan Orde Baru memantapkan kekuasaannya, terjadi kontrol yang
berlebihan yang diterapka oleh Orde Baru terhadap kekuatan ploitik Islam,
terutama pada kelompok radikal yang dikhawatirkan semakin militant dan
dikhawatirkan menandingi eksistensi negara.
Realitas
empirik inilah yang kemudian menjelaskan bahwa hubungan agama dan negara pada
masa ini dikenal dengan antagonistic,
dimana negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan yang potensial
dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam berdiri sendiri
pada masa itu memiliki ghirah yang
tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideology dalam menjalankan
pemerintahan.
2. Hubungan
Agama dan Negara yang Bersifat Akomodatif
Menurut Thaba,
munculnya sikap akomodatif negara tehadap Islam lebih disebabkan oleh
kecenderungan bahwa umat Islam Indonesia dinilai telah semakin memahami
kebijakan negara, terutama dalam konteks pemberlakuan dan penerimaan asas
tunggal Pancasila. Selain itu, munculnya kebijakan negara terhadap Islam juga
menjadi bagian yang penting dalam memahami hubungan agama dan negara di masa
awal 1980-an, misalnya pengesahan RUU Pendidikan Nasional, pengesahan RUU
Pendidikan Agama, munculnya ICMImserta munculnya Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila yang secara massif membangun ratusan masjid di hamper seluruh
Indonesia.
Lain halnya
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bahtiar. Ia mengatakan bahwa ada dua
alasan yang mendasari negara melakukan akomodasi terhadap Islam, yaitu:
·
Selama 25 tahun
terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi sosial-ekonomi-politik yang
berarti. Hal ini disebabkan oleh pembangunan ekonomi dan meluasnya akses ke
pendidikan tinggi modern. Mereka mentransformasikan kedalam entitas level
menengah, baik secara sosisal, ekonomi maupun politik.
·
Adanya transformasi
pemikiran dan tingkah politik generasi baru Islam. Umat Islam telah mengalami
transformasi intelektual dan aktivisme yang semula bersifat
legalistic-formalistik menjadi lebih substansialistik.[10]
2.5 Hubungan
Agama dan Negara menurut Beberapa Paham
A.
Hubungan Agama dan Negara menurut Paham Teokrasi
Dalam paham Teokrasi, hubungan agama
dengan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara
menyatu dengan agama, karena menurut paham ini, pemerintahan dijalankan berdasarkan
firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara
dilakukan atas perintah Tuhan.
Dalam perkembangannya paham teokrasi
terbagi kedalam dua bagian, yakni paham teokrasi langsung dan teokrasi tidak
langsung. Menurut paham teokrasi langsung paham, pemerintah diyakini sebagai
otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya negara di dunia ini adalah atas
kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula.
Sementara menurut sistem pemerintah teokrasi tidak langsung yang memerintah
bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala
negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala negara atau raja diyakini
memerintah atas nama Tuhan.
Dalam pemerintahan teorkasi tidak
langsung, sistem dan normanorma dalam negara dirumuskan berdasarkan
firman-firman Tuhan. Dengan demikian, negara menyatu dengan agama. Agama dan
negara tidak dapat dipisahkan.
B.Hubungan
Agam dan Negara menurut Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan
antara agama dan negara. Dalam negara sekuler tidak ada hubungan antara sistem
kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah urusan hubungan manusia
dengan manusia lain, atau urusan duniawi. Sedangkan agama adalah hubungan
manusia dengan Tuhan. Dua paham ini menurut paham sekuler tidak dapat
disatukan.
C. Hubungan
Agama dan Negara menurut Paham Komunisme
Paham komunisme memandang hakekat
hubungan negara dan agama berdasarkan pada filosofi materialism-dialektis dan
materialism-historis. Paham ini menimbulkan paham atheis. Agama dalam paham ini
dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya
sendiri. Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat negara.[11]
D. Hubungan
Agama dan Negara menurut Paham Moderasi
Paham ini yaitu paham sintesa antara
paham teokrasi dan sekuler. Paham ini beranggapan bahwa antara negara dan agama
tidak memiliki hubungan seperti hubungan yang diyakini oleh paham teokrasi.
Dan dalam paham ini juga tidak sepakat
dengan paham sekuler yang memisahkan dan membedakan antara negara dan agama,
paham ini berpendirian bahwa dalam agama terdapat nilai-nilai baik, seperti
keadilan dan moral, dan sistem keteraturan. Sementara negara memiliki sistem
kekuatan untuk mengejawantahkan tujuan
negara, seperti kesejahteraan dan keamanan negara. Jadi dari sudut pandang ini,
hubungan antara negara dan agama dipertautkan oleh nilai dan sistem yang sama.
Paham moderasi ini lazim berkembang di negara-negara
yang mengklaim sebagai “bukan negara agama juga bukan negara sekuler”. Paham
ini misalnya berkembang di negara Indonesia.[12]
Bab iii
Penutup
3.1
Simpulan
Negara merupakan suatu daerah teritorial
yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat yang berhak menuntut
dari warganegaranya untuk taat pada peraturan perundang-undangan melalui
penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekyasaan yang sah.
Dalam hubungan agama dan Negara dalam
Islam terdapat tiga aliran utama hubungan antara agama dan Islam, yaitu:
·
Aliran pertama, islam
bukan semata-mata agama dalam pengertian Barat
·
Aliran kedua, Islam
adalah agama dalam pengertian Barat
·
Aliran ketiga, dalam
Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan , tatapi terdapat seperangkat tata
nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Paradigma teoristik Islam tentang Negara terdiri
dari:
·
Paradigma teori
khalifah
·
Paradigma yang
bersumber dari teori Imamah
Teori Imamah di bedakan menjadi dua, yaitu:
·
Dalam paham Islam
Syari’ah
·
Bersumber dari Imamah
atau pemerintahan
Secara umum hubungan agama dan negar terdiri dari du
sifat, yaitu:
·
Hubungan Agama dan
Negara yang Bersifat Antagonistik
·
Hubungan Agama dan
Negara yang Bersifat Akomodistik
Ada
beberapa paham yang menilai tentang keterkaitan antara agama dan negara
diantaranya:
·
Paham Teokrasi
·
Paham Sekuler
·
Paham Komunisme
·
Paham Moderasi
Memang antara agama dan negara
tidak dapat dipisahkan, yakni melalui individu waraga negara terdapat pertalian
tak terpisahkan antara motivasi atau sikap batin bernegara dan kegiatan atau
sikap lahir bernegara. Namun antara keduanya tetap harus dibedakan dalam
dimensi dan cara pendekatannya. Karena suatau negara tidak mungkin menempuh
dimensi spiritual guna mengurus dan mengawasi sikap batin warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, 2005. Pendidikan Kewargaan (Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani), Bandung: Prenada Media.
Effendi, Bahtiar, 2001. Teologi Baru Politik Islam: Pertautan Agama,
Negara, dan Demokrasi, Yogyakarta: Galang Press.
Madjid, Nurcholis, 1995. Agama dan Negara dalam Islam, Telaah Kritis
atas Fiwh Siyasah Sunni dalam Budhy Munawar Rachman (Ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah,
Jakarta: Paramadina.
Muhammad, Husaini B., 2003. Mencari Hakikat Agama, Bandung: Mizan
Pustaka.
Syadzali, H. Munawir, 1993. Islam dan Tata Negara, Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Tahir, Muhammad A., 2003. Negara Hukum, Jakarta: Bulan Bintang.
Thaba, Abdul Azis, 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru,
Jakarta: Gema Insani Press.
Sofhian, Subhan dan Asep Sahid G.,
2011. Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Fokusmedia.
[1] Syaid M. Husain Bahesyti, 2003 h.49
[4] Dr. Azyumardi Azra, MA., 2005 h.42
[5] Munawir Sjadzali, 1993 h.1-2
[6] Azyumardi Azra. MA., 2005 h.42-43
[8] Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., 2005 h.62-63
[9] Asep Sahid G, Fh, M.Si., dan Drs. H. Subhan S, M.Pd., 2011 h.108
[10] Bahtiar Effendy, 2001 h.39-40
[11] Prof. Dr. Azyumardi Azra, 2005. h.59-60
[12] Asep Sahid G, Fh, M.Si., dan
Drs. H. Subhan S, M.Pd., 2011 h.106
Tidak ada komentar:
Posting Komentar